Sunday 30 November 2014

December Wish!!!

Welcome December!! ^^

Yuhuuuu...akhirnya sampai pada bulan terakhir di tahun 2014. Rasanya baru kemarin merayakan tahun baru dan sekarang tinggal menghitung hari untuk merayakannya kembali :)
Pertama, saya bersyukur sekali karena sampai detik ini tetap dalam keadaan sehat. Ada banyak hal yang terjadi selama satu bulan ini. Ada begitu banyak pelajaran yang bisa saya petik selama satu bulan ini. Tapi...ada satu hal yang masih belum saya temukan. Masih ada satu pertanyaan yang terus saya lontarkan untuk diri saya sendiri.


"Siapa sebenarnya saya?"


Bisa dikatakan, saya tersesat di dalam diri saya sendiri. Sampai detik ini, saya belum bisa menemukan jawab atas pertanyaan saya itu. Entah dimana saya harus mencari jawabannya. Entahlah....jati diri saya....seperti apa sebenarnya saya. Sesuatu yang tidak pernah saya tunjukan pada orang lain, sesuatu yang pernah saya rasakan saat kecil, sesuatu yang bahkan sudah saya lupakan wujudnya. Apa sebenarnya sesuatu itu?

Mungkin inilah yang disebut karma. Saya suka mengamati orang lain, saya suka menjadi orang lain, dan pada akhirnya saya terluka karena melupakan diri saya sesungguhnya.

Sekarang...mereka semua menuntut saya untuk menemukan 'sesuatu' itu. Jujur, ini membuat saya sedikit ragu untuk melangkah.

'Bagaimana jika saya salah?'

'Bagaimana jika nanti saya mengecewakan mereka?'

Tapi....tiba-tiba saya ingat ucapan teman saya.

"Bukannya dulu kau sering menyebut dirimu itu seperti air?"
"Lalu?"
"Maka jadilah air! kau tau...jangan lawan arus air. Jangan lawan dirimu sendiri...ikuti saja, kau bilang kau ingin menikmati semuanya kan? Kau hanya bisa menikmatinya saat kau membebaskan dirimu dan hatimu"
"..."
"Karena itu, kau bebas menjadi seperti apa yang kau inginkan. Berhenti berpikir tentang mereka. Bukan hanya mereka yang mengamatimu. Bebaskan hatimu! Karena kau hidup bukan hanya untuk menjadi sesuatu yang mereka harapkan, kau hidup untuk menjadi sesuatu yang kau harapkan"
"Aku..."
"Bermimpilah! Tak ada yang bisa mengalahkanmu saat kau mulai memiliki mimpi dan serius mengerjakannya! Saat kau memiliki tekad tak ada yang bisa mengalahkanmu!"
"Terima kasih"

Jadi, hari ini aku sadar...aku adalah aku. Aku yang sekarang dan aku yang dulu tak ada bedanya. Kami hanya tinggal di masa yang berbeda dan tentu saja, aku yang sekarang sudah mencicipi lebih banyak rasa hidup. Karena itu, aku hanya perlu membebaskan hatiku! Aku akan berlari sebebas mungkin dan aku percaya, hatiku akan menuntunku ke tempat yang benar.

Dan ini adalah December Wish ku;

Aku harap, aku bisa membebaskan hatiku. Dan semoga semua orang di dunia ini, memiliki hati yang bebas dan mari kita rayakan natal dan tahun baru dengan senyum tanpa beban!
Posted in

Thursday 20 November 2014

Kichiyo's Story

Kichiyo’s Story



Musim gugur.

            Kichiyo tersenyum, dia sangat menikmati musim gugur. Daun-daun yang berubah warna menjadi kuning atau merah memberinya sebuah ketenangan tersendiri. Aroma tanah yang terbawa angin yang sejuk seolah menghapus semua jejak panas yang tersisa di musim panas. Lewat celah daun yang kemerahan, dia mengamati langit biru di atas sana.

Biru….

Betapa dia ingin terbang dengan bebas di atas sana, pasti sangat menyenangkan. Sejak kecil dia sering bertanya pada ibunya, kenapa langit berwarna biru? dan tentu saja hanya dibalas senyuman dari ibunya. Tapi setelah dia mengetahuinya, dia merasa lebih baik untuk tidak mengetahuinya saja. Mungkin karena itu dia bersikap seperti ini, anak kecil yang selalu menatap dunia dengan mata polosnya.

“Hhhh…”, tanpa sadar dia menghela nafas. Lelah huh? Tapi pada apa?... Dia pun tak tau.

Pluk

Sehelai daun terselip di antara jemari tangannya yang terulur ke atas. Mata dark brownnya tampak mengamati setiap detail daun itu.

Sretttt

Kichiyo tersentak saat daun itu direbut oleh jemari lain, dia mengembungkan pipinya saat mengetahui siapa yang mengambilnya.

“Senpai!!”, ucapnya kesal, walaupun seperti itu, dia tetap enggan merubah posisinya; tertidur di bawah pohon mapple di taman sekolahnya.

Pria itu tampak menyunggingkan senyum jahil, “Apa yang kau lakukan disini?”, rambut blonde pria itu tampak bercahaya akibat posisinya yang membelakangi cahaya matahari. Kichiyo menatap sang senior dengan tatapan yang tak terbaca.

‘Semua orang tampak bercahaya…’, batinnya.

Pria itu tersenyum, bukan senyum jahil tapi senyum yang entahlah…Kichiyo tak mengerti. Gadis berambut hitam itu lebih memilih memejamkan mata, tak mempedulikan tatapan senpainya.

Sreeettt

Kichiyo merasakan kepalanya diangkat dengan perlahan, lalu diletakkan di atas sesuatu yang lembut. Dia hanya diam saja, tidak menolak ataupun mengucapkan terima kasih. Dia berpikir, kenapa senpainya memperlakukannya seperti ini? Bukankah mereka baru bertemu beberapa bulan? Terlebih dari itu….dia bukanlah apa-apa, tidak lebih dari seorang gadis SMA yang pendiam dan bahkan tak tau ‘siapa’ dirinya.

Plukkk

Dia merasakan sesuatu yang ringan menempel di kelopak matanya, jemarinya menggapai ‘sesuatu’ tersebut. Sehelai daun kering, matanya mengerjap lalu menatap senpainya yang tepat berada di atasnya. Dia tampak berkonsentrasi pada smartphonenya, bermain game huh?

Kenapa semua orang suka bermain game?
Apa jika dia bisa mahir bermain game dia akan menjadi terkenal? Setidaknya seseorang bisa menyadari keberadaannya.
Setidaknya ada orang yang mau melihatnya.
Setidaknya sekali saja…dia ingin diperlakukan seperti sebuah benda berharga.

“Berpikir banyak hal lagi huh?”

Kichiyo mengerjapkan matanya.

Sekali.

Dua kali.

Tiga kali.

“Eh????”, Kichiyo gelagapan, merasa malu karena senpainya mendapatinya melamun lagi. Laki-laki bermata biru itu tampak menghela nafas, tiba-tiba tatapan matanya berubah serius. Dia menatap dalam mata dark brown Kichiyo. Kichiyo bisa merasakan pipinya menghangat, tapi sebisa mungkin disembunyikannya. Hei, dia tsundere, ingat?

BLETAKK

“Aishhhh…sakit!!”, Kichiyo mengembungkan pipinya, sebuah kebiasaan yang sudah sangat mendarah daging.

“Hahahahaha”, Akatsuki Sora tertawa sangat keras. Kichiyo tertegun melihatnya, lalu memalingkan wajahnya.

“Hei…”

“Hum?”

“Dunia ini sederhana saat kau berpikir seperti itu”

“Huh?”, Kichiyo menatap Akatsuki yang kini menatap langit yang mulai sedikit tersapu warna merah kuas senja. Entah kenapa Akatsuki tampak berbeda, lebih bersinar, lebih mengagumkan, lebih…hangat.

“Kau berpikir banyak hal sampai kau melupakan hal kecil disekitarmu. Kau banyak berpikir tapi kau melupakan hal kecil, karena itu kau tak ada bedanya dengan anak kecil”, pria itu menghentikan ucapannya, lalu mengalihkan tatapannya pada mata Kichiyo. “Padahal…hidup ini sangat sederhana”.

“A-aku tidak mengerti…”, Kichiyo berbisik lirih, dia mengangkat kepalanya dari pangkuan Akatsuki.

“Aku percaya padamu. Apa kau percaya padaku?”

“…”

Untuk beberapa detik, Kichiyo bersumpah melihat kilat kecewa terpancar dari mata biru itu. Dia merasa…bersalah.

“Ma-…”

“Rasa bersalahmu adalah permintaan maafmu dan saat kau berhasil memperbaikinya maka saat itulah kau baru boleh memohon maaf”

Kichiyo tersentak, sakit hati dengan ucapan Akatsuki. Dia menundukkan kepalanya, “A-aku tidak mengerti…”.

TES
TES
TES

Air matanya jatuh di atas rok sekolahnya.

“Kau mengerti, tapi kau tak mau menerimanya”.

Kichiyo ingin berlari, tapi dia ingat pesan sang senior. ‘Kau tidak akan pernah bisa menyelesaikannya dengan menghindarinya’

Jadi dia hanya duduk bersimpuh di depan Akatsuki yang kini menatapnya dengan tatapan yang tak terbaca. Sejujurnya, getaran di tangan pria blonde itu bisa menjelaskan seberapa banyak dia ingin menenangkan gadis di depannya. Dia hanya…tak bisa. Dia menyayanginya, karena itu dia ingin gadis itu menderita hanya karena tangannya. Karena ini satu-satunya cara.

“A-aku lelah”, ucap Akatsuki.

“Nii-san…”, Kichiyo menatap Akatsuki dengan mata berair. Sudah sebulan lebih dia tidak mendengar gadis itu memanggilnya dengan sebutan ‘kakak’, perasaan hangat sedikit menelusup lewat sela hatinya.

“Aku sudah memberimu tempat, sekarang terserah kau ingin memanfaatkannya atau tidak. Aku sudah mengatakan semua hal yang ku ketahui tentang hidup ini, aku sudah menjawab semua pertanyaanmu tentang hidup ini. Tapi…maaf, kau harus bisa berdiri dengan kedua kakimu”, dengan itu Akatsuki berdiri, menepuk celananya pelan lalu melempar tatapan jahil seperti biasanya pada gadis itu.

Pluk

“Ne…Kichiyo-chan, kau tau wajahmu sangat jelek. Rambutmu berantakan dan kotor”, Akatsuki mengacak rambut Kichiyo kasar sebelum meninggalkan gadis itu diiringi sebuah tawa jahil seperti biasanya. Seolah tak pernah terjadi apa-apa….

Jika seperti biasanya Kichiyo akan berlari dan mengejar Akatsuki, kini dia hanya menatap punggung pria itu yang berjalan ke arah matahari terbenam. Sekali lagi membuat pria itu tampak lebih bersinar dari biasanya.

TES
TES
TES

“Nii-san…-

-…huks…Nii-san”


Syuuuttttttt
Angin dingin berhembus menerpa kulit gadis itu.

“Nii-san”

Pluk

Kichiyo tersentak saat merasakan sebuah tangan di pundaknya. Dia menoleh untuk mendapati sebuah senyum jahil dari pria di belakangnya. Sebuah blazer yang sama ditambah sebuah syal berwarna hijau terlilit di leher pria itu, asap mengepul dari bibirnya saat dia berbicara.

“Memikirkan banyak hal lagi huh?”

Kichiyo tersenyum, bibirnya terasa kaku karena suhu yang terlalu rendah. Pria itu tersenyum, rambut perak pria itu entah kenapa tampak menyatu dengan salju di sekitarnya. Mata ambernya tersenyum hangat ke arah Kichiyo, membuat Kichiyo tak bisa menahan diri untuk tak ikut tersenyum.

PLOP

Sebuah penutup telinga kini terpasang dengan pas di telinga Kichiyo, “Lihatlah, kau membeku. Seberapa banyak kau menyukai salju sampai tak memakai scarf ataupun sarung tangan?”

“Kau khawatir padaku?”

“Tentu saja, siapa lagi yang harus ku bully setiap hari kalau kau sakit?”

“Huh…kau tau itu menyakitkan”

“Dan aku tidak peduli”

Souta menarik tangan gadis itu, menuntunnya untuk masuk ke gedung sekolah. Kichiyo hanya diam mengikutinya dari belakang setelah melepas tarikan pria itu.

“Kau tau, aku bahkan tak tau apa yang benar-benar aku sukai”, ucap gadis itu tiba-tiba membuat keduanya berhenti.

Hening beberapa saat sebelum Souta menghela nafas berat, “Kau hanya terlalu banyak berpikir. Ayo masuk!”, lalu menarik gadis itu untuk lebih cepat melewati koridor sekolah yang sepi.

Kichiyo tersenyum, dia merasa dejavu. Dalam hati dia masih bertanya-tanya apa maksud ucapan Akatsuki hari itu. Ini sudah sampai pertengahan musim dingin, dia belum bertemu dengan Akatsuki sejak kejadian itu. Dia merasa belum pantas memohon maaf padanya. Tapi dia sudah bertekad, dia akan mencari tahu sebanyak yang dia perlukan, sampai dia mengerti Akatsuki, sampai dia mengerti dunia ini. Dia menatap punggung pria di depannya, lalu tersenyum dengan penuh rasa terima kasih.

“Hei Kichiyo-san”

“Apa? Souta-san?”

“Kau...berhentilah bersikap seperti anak kecil”

“…”

“Kau tau, suatu hari nanti akan ada situasi dimana kau harus jujur pada dirimu sendiri”

“…”

Tiba-tiba Souta menghentikan langkahnya, lalu berbalik untuk menatap Kichiyo.

“Kau tau…aku mempercayaimu”

“Aku tau”

Souta tersenyum lebar, “Sekarang aku mendapat satu point tentangmu”

“Eh? Apa?”

“Kau benci menjadi orang dewasa karena mereka terlalu banyak berpikir. Tapi…bukankah kau juga melakukannya? Kau…hanya ingin sebuah kamuflase agar tak ada yang tahu seberapa rumit cara berpikirmu. Kau sedikit berbicara karena terlalu banyak berpikir, tapi sayangnya itu malah menusukmu balik”

Kichiyo mengerjap, dia tak menyalahkannya tapi juga tak membenarkannya. Dia…sekali lagi tak mengerti. Apa dia benar-benar seperti itu?

Souta menghela nafas, “Efek sampingnya, kau jadi tak mempercayai orang lain. Bahkan kau bingung pada dirimu sendiri”

Tanpa sadar Kichiyo melepaskan tangan Souta karena kaget. Semua ucapan Souta seolah menohoknya.

“Kau ingin orang lain mempercayaimu, melihatmu. Tapi apa kau pernah melihat orang lain? Karena itu, bukan sikapmu yang kusebut seperti anak kecil. Tapi…cara berpikirmu. Kau lebih egois dari bayi yang ingin memonopoli ibunya. Bahkan bayi mempercayai ibunya, tapi kau bahkan tak bisa jujur pada dirimu sendiri”

Kichiyo menatap Souta dengan tatapan tak percaya.

“Kau mengerti dunia ini, lebih dari siapapun. Karena kau pengamat setiap pergerakan manusia…bahkan alam. Tapi kenapa kau berpura-pura tak tahu? Apa dunia ini semenakutkan itu?”, Souta menatap Kichiyo lembut, dia sekarang seolah mampu membaca gadis itu seperti buku dongen bergambar. Setiap pergerakan gadis itu, sekecil apapun kini mampu tertangkap oleh matanya.

“Kau tau….ada banyak hal kecil yang kau lupakan. Ada begitu banyak orang yang melihatmu, kau hanya perlu mempercayai mereka….”

“A-aku…”, Kichiyo menghentikan ucapannya, matanya tertutupi oleh bayangan poninya. Sebuah tarikan nafas berat yang disusul dengan hembusan nafas kasar. Dia seolah ingin membuang semua beban yang selama ini dimpannya seorang diri.

Dia menatap Souta dengan sebuah senyum di wajahnya, “Aku mempercayaimu”, ucapnya mantap. Souta tersenyum lalu merangkul pundak kecil gadis itu, “Aku tak akan mengecewakanmu”

“Maafkan aku, Nii-san”

Dari kejauhan seorang pria dengan rambut blonde dan scarf biru yang sewarna dengan matanya, menatap mereka dari kejauhan. Sebuah senyum manis tersemat di wajahnya, “Maaf diterima”

“Tsuki-kun!”

Akatsuki menoleh untuk mendapati Yuhi yang menatapnya bingung. “Ada apa?”, tanya gadis berambut pink itu.

“Tidak, ayo ke kelas!”, ucapnya lalu berjalan tanpa mempedulikan tatapan penuh tanya kekasihnya itu.

“Karena inilah caraku melindungi adikku dari dunia ini…”

Dia mengeluarkan smarthponenya, lalu mulai larut pada game yang baru saja selesai di downloadnya. Tak menghiraukan jeritan kesal sang kekasih, dia berbelok ke kelasnya lalu duduk di bangku paling pojok.

“Karena adikku tetaplah gadis polos yang masih buta pada dunia”

“Kichiyo Ayami…”

“EH?? APA KAU BARU SAJA MENGATAKAN NAMA PEREMPUAN LAIN??”

“Berisik!”

“Kubunuh kau Akatsukiiiii!!!!!”



END

Monday 17 November 2014

Karena Aku Terlahir Sendiri








Ini sakit
Sangat sakit...
Saat kau terjatuh dan tidak ada yang mengulurkan tangan padamu
Ini sakit
Sangat sakit...
Saat kau terjatuh di depan orang yang kau percayai dan dia hanya menatapmu
Ini sakit....
sangat sakit
Tapi bukan di lututku
Ini sakit
disini...
Di dadaku...
Kenapa?
Bukannya yang seharusnya sakit lututku?
Tapi kenapa dadaku terasa jauh lebih sakit?

Aku ingin menangis, tapi bukankah itu terlalu memalukan?
Jadi aku hanya bisa mengepalkan tanganku erat. AKu tidak bisa berharap seseorang akan menaruh simpatinya padaku dan aku memang tak pantas untuk berharap seperti itu.

"Onii-san~~~ huks...onii-san"

Aku hanya bisa melihat mereka dengan mata memerah, onii-san, a-aku takut, a-aku sakit, a-apa kau akan meninggalkanku? a-apa kau tidak percaya padaku lagi?

Lalu aku sadar sesuatu....

Aku lahir sendiri ke dunia ini, jadi sebenarnya aku tak memiliki apapun atau siapapun di dunia ini.

Aku tersenyum,yah aku tersenyum. Lalu dengan kaki bergetar, perlahan aku bangun. Aku benar-benar tidak bisa menahan senyumku saat itu karena lagi-lagi dunia menunjukkan jati dirinya di depanku. Dunia seolah-olah sedang mengulurkan tangannya padaku.

Kau sebenarnya sendiri di dunia ini. Bahkan sekalipun orang yang terdekatmu pun akan meninggalkanmu suatu saat nanti. Lalu, apa yang akan kau lakukan saat kau terjatuh? Menunggunya sampai dia menglurkan tangannya? Atau bersimpati pada dirimu sendiri dan terus mengutuk dunia?

Cobalah berdiri dengan kedua kakimu! Meski itu sakit, tapi kau harus melakukannya. Setiap orang memiliki masalahnya masing-masing, suatu saat kita semua akan pernah terjatuh dan setiap orang harus bisa menyelesaikan masalahnya sendiri....yah sendiri. Karena kau terlahir sendiri.
 Aku hanya ingin berpikir positif dan berpikir jika Nii-san ingin aku merasakan hal itu.Jadi aku berdiri dengan segera dan berlari dengan riang untuk menyelesaikan masalahku. Aku tau, nii-san memang meninggalkanku,tapi apa nii-san mengijinkanku untuk berpikir jika sebenarnya ini adalah salah satu cara nii-san melindungiku? Nii-san bukan melindungiku dari luka fisik, nii-san ingin melindungiku dari dunia ini. iyakan nii-san?



-"Hei, lihat gadis lemah ini bisa berdiri dengan kedua kakinya, berdiri menantang dunia!"
-"Hmmm....sepertinya kau belajar sesuatu hari ini"
-"...."
-"Lalu, sampai kapan kau akan berbicara dengan bayanganmu sendiri?"
-"Sampai aku bisa mempercayai orang lain melebihi diriku sendiri"
-"Bagaimana dengan mereka?"
-"Nii-san?"
-"H'um"
-"..."

"Aku percaya padamu, nii-san"


Saturday 8 November 2014

Aku Mencintaimu Lee Sungmin

My dear lovely boy; Lee Sungmin

Sebulan sudah sejak aku medengar kabar kau akan menikah. Aku ingin melupakannya dan kembali pada dunia dimana hanya ada aku, ELF, Super Junior, dan Lee Sungmin. Tapi aku tau jika tak akan ada gunanya bagiku untuk lari dari kenyataan. Aku merasa frustasi, aku merasa terjatuh, aku ingin menangis tapi tak ada air mata, aku ingin berteriak tapi tak ada suara. Aku merasa….kosong.

Aku mencintaimu selama lima tahun, aku mengikutimu selama lima tahun. Aku belajar banyak hal dari dirimu, aku melihat banyak hal dari matamu, dan aku bertemu banyak orang karenamu. Aku tumbuh besar bersamamu dan sekali lagi aku semakin jatuh pada cintamu.

Sekarang kau akan menikahi gadis yang menjadi pujaanmu, jika ini adalah sisi egoisku, maka inilah yang ingin kukatakan;

“Aku membencimu!”

“Aku akan membunuh wanita itu!”

“Aku mencintaimu selama lima tahun, aku selalu mendukungmu, aku melakukan apa yang kubisa untukmu. Mungkin aku tidak sebaik mereka (ELF) di luar sana, tapi sekarang aku mewakili mereka, aku kecewa padamu! Kami melakukan semua yang kami bisa hanya agar bisa melihatmu lebih lama di atas panggung, tapi yang kau lakukan hanya menyakiti kami. Aku membencimu Lee Sungmin!!!”

“Seberapa banyak cinta yang diberikannya hingga kau mengabaikan cinta jutaan ELF di luar sana?!”

Yah…itu jika aku mulai berpikir menggunakan egoku. Tapi, sudah kukatakan, aku tumbuh besar bersamamu, kita bukan lagi anak kecil. Kau sudah sangat dewasa untuk menentukan pilihanmu dan aku sudah cukup dewasa untuk mulai meninggalkan sikap kekanakanku. Kau tau, setiap ulang tahun ELF, aku selalu menulis pesan; “Ayo kita rayakan ini 10 tahun lagi, menjadi fans terbaik untuk super junior, dan menjadi lebih dewasa dari tahun ke tahun” dan sekarang aku berusaha untuk menepati itu. Aku akan mengeluarkan versi dewasa diriku, karena hanya dengan itu aku bisa berdiri dengan kedua kakiku untuk mendukungmu.

“Oppa, kita bertemu karena takdir dan kita berpisah pun karena takdir. Mungkin inilah yang disebut dengan pendewasaan diri. Aku akan terus berusaha menjadi versi dewasa dari diriku, untukmu dan untuk diriku. Jika ini memang perpisahan, mari jangan katakan selamat tinggal dan berjanji suatu hari nanti akan bertemu di suatu tempat. Aku dengan versi dewasa diriku dan kau dengan kebahagiaan baru dan sungmin-sungmin kecilmu. Mari kita duduk dan meminum secangkir teh dan membicarakan masa lalu layaknya seorang teman. Karena oppa, saat aku membaca lagi nama ELF (Everlasting Friend) aku mendapat sebuah kekuatan baru. Aku ini’ teman’ abadimu kan? Karena kita teman, mari di masa depan bertemu lagi dan melakukan reuni bersama oppadeul lainnya. Ini hanyalah permintaan kecil dari seorang temanmu dari Indonesia”

“Tapi…itu adalah kemungkinan terburuk. Jika boleh aku memohon…jangan pernah tinggalkan Super Junior. Tak peduli jika kau sudah menikah, aku tidak peduli. Karena saat sapphire blue ocean dinyalakan, kau bukan lagi Lee Sungmin yang sudah menikah, tapi kau adalah Sungmin Super Junior…milik ELF. Jadi oppa, jika ada orang yang menghinamu, maka aku bersedia mendengar semua hinaan itu untuk aku jadikan kekuatan untuk terus melindungimu. Jika ada yang meninggalkanmu, maka biarkan itu kujadikan alasan untuk tetap disisimu. Aku tak memohon lebih, sebagai seorang fans aku hanya berharap kau tetap mengijinkanku mencintaimu, meneriakkan namamu, dan meng-klaimmu sebagai suami masa depanku…hanya sebagai fans”

“….dan sebagai seorang teman, aku mohon percayalah padaku dan tetaplah menjadi Lee Sungmin yang selama 5 tahun ini ku kenal. Jadi aku bisa melihat masa depan dengan senyum mengembang”

Aku mencintaimu dan mari tetap berdiri dengan semua luka yang kita miliki.
Aku mencintaimu dan mari tetap berdiri dengan semua keyakinan yang kita pegang masing-masing.
Aku mencintaimu dan mari tetap berdiri dengan tangan yang saling bertaut.
Aku mencintaimu dan mari tetap berdiri dengan kata-kata cinta yang tak akan pernah habis kita bahas.


Aku mencintaimu….Lee Sungmin.